Senin, 15 Mei 2017

Cerita tentang surat darimu



Cerita Tentang Surat Darimu
(penulis Tri Wahyuni)

“Apakah kau sudah yakin dengan apa yang kau tulis ini??”
“Berdasarkan apa kau menulis ini??
“Apakah kau benar benar serius??”
“Apakah kau benar benar yakin??”
Saat itulah yang ada dipikiran saya  saat membaca isi surat darimu. Begitu banyak pertanyaan dan kebimbangan. Bagaimana bisa kau titipkan surat itu kepada kedua orang tua saya?? Apakah kau memang sudah benar benar yakin dengan apa yang kau tulis?? Lalu apa yang sudah kau bicarakan dengan kedua orang tua saya saat kau titipkan surat ini kepada mereka??
“Assalamu’alaikum. Ini saya Nisa. Akhi meminta saya mengabari akhi jika saya telah menerima surat dari akhi. Saya telah membacanya, akhi. Apakah akhi sudah benar benar yakin untuk meminang saya??”
“InsyaAllah 100% saya yakin ukhty” Kenapa kau menjawabnya dengan lantang seperti itu??
 “Berdasarkan apa akhi meyakininya. Apakah akhi telah melakukan sholat istikharah??”
“Ya. Saya telah melakukannya. InsyaAllah, memanglah ukhty yang ALLAH SWT pilihkan untuk saya”
“Apakah menurut akhi saya pantas untuk mendampingi akhi?? Saya masih memiliki banyak sekali kekurangan. Dan saya pernah mendengah bahwa akhi menginginkan wanita bercadar. Sedangkan saya untuk berpakaian menurut syariat saja masih begitu jauh akhi. Apakah itu tidak mengecewakan akhi??”
“Saya mengetahui itu ukhty. Sayapun sebenarnya sedikit kecewa tentang itu. Tapi Allah SWT lah yang telah memlihkan ukhty untuk saya. Lalu bagaimana saya menolaknya??”
“InsyaAllah saya akan membantu dan mengingatkan ukhty untuk belajar memakai pakaian seperti yang disyariatkan Allah SWT” lanjutnya
“Bolehkah saya meminta waktu untuk memikirkan permintaan akhi?? Saya butuh waktu untuk meminta pendapat orang tua saya dan untuk meminta pendapat Tuhan saya Allah SWT”
“Baiklah ukhty. Berapa lama waktu yang ukhty butuhkan??”
“Maaf akhi saya tidak bisa menentukan berapa lama waktu yang saya butuhkan. Sejujurnya sayapun ingin secepatnya mengetahuinya. InsyaAllah begitu saya mendapat jawaban dari Allah SWT dan dari kedua orang tua saya. Saya akan langsung memberi tahu akhi.”
“Baiklah ukhty. Tapi bolehkan saya meminta sesuatu kepada ukhty??”
“Apa itu akhi??”
“Bolehkah saya mengenal ukhty selama menunggu jawaban dari ukhty?? Agar nanti jika memang Allah SWT mengijinkan saya dan ukhty berjodoh kita telah saling mengenal dan mengetahui visi dan misi hidup yang saya dan ukhty jalani.”
“Baiklah akhi. Jika itu yang akhi inginkan. Tidak ada salahnya untuk saling mengenal sesama makhluk ciptaanNYA selama itu tidak melanggar aturanNYA.”
“InsyaAllah akan tetap sesuai dengan apa yang Rosullullah contohkan kepada umatnya, ukhty”
“Aamiin. Baiklah akhi. Saya akhiri dulu telfonnya. Secepatnya akan saya kabari akhi begitu saya mendapat jawaban, insyaAllah.”
“Terima kasih ukhty. Saya tunggu jawaban dari ukhty. Semoga jawaban ukhty tidak mengecewakan saya.  Assalamu’alaikum”
“InsyaAllah. Wa’alaikumsalam”
Canggung memang iya. Tapi entah kenapa justru percakapan seperti inilah yang saya inginkan dan saya sukai. Begitu romantis.
“Akhi jikalau saya boleh berkata jujur sebenarnya memang akhi lah orang yang terkadang tersebut dalam do’a saya untuk menjadi imam saya menuju surgaNYA.” Batin hati saya
Saat ini saya diliputi begitu banyak binar binar kebahagiaan dalam hati saya.
Semoga orang tua saya merestui kita akhi. Semoga Allah SWT juga memberikan jawaban yang sama kepada saya seperti jawaban yang telah akhi terima. Aamiin.
Berawal dari surat yang kau titipkan kepada kedua orang tua saya lah kita menjadi saling lebih mengenal dari yang sebelumnya hanya saling mengetahui nama. Kita saling berbagi pengalaman dan saling berbagi ilmu. Tertawa bersama tersenyum bersama saling berbagi kisah dan visi misi dalam hidup di dunia dan visi misi dalam urusan akhirat kelak.
Ya Allah persahabatan ini begitu indah. Hamba masih menunggu jawaban dariMU hamba sangat berharap jawaban darimu adalah dia namun jika memang bukan dia ijinkan lah hamba untuk tetap menjadi temannya. Jangan biarkan kami jadi saling membenci. Dan segera pertemukan lah kami dengan jodoh kami masing masing. Aamiin.
Saya tatap surat yang telah satu bulan terpajang di meja kamar saya. Masih tertata rapi dan wanginya masih tercium sewangi pertama kali saya terima.
Saya dan dia telah menjadi teman baik saling berbagi ilmu. Tentu saja setiap pertemuan kami selalu ada pihak ketiga diantara kami karena kami belum muhrim. Terkadang temannya atau sodaranya terkadang teman saya atau sodara saya.
 “Akhi Hasan” saya tulis namanya di kontak telfon saya. Saya  klik tombol “panggil”
“Assalamu’alaikum, ukhty Nisa.” Saya dengar suaranya.
“wa’alaikumsalam, akhi Hasan. Bagaimana kabar akhi??”
“Alhmadulillah, atas lindungan dan nikmat dariNYA saya sehat dan baik baik saya. Bagaimana dengan ukhty Nisa??”
“alhamdulillah sayapun sama dengan akhi atas segala nikmatNYA saya sehat dan baik baik saja. Sebelumnya saya mohon maaf jika mengganggu waktu akhi.”
“Syukurlah kalau begitu. Tidak menggangu kok ukhty. Apakah ada hal yang ingin ukhty sampaikan kepada saya??”
“Benar akhi memang ada yang ingin saya sampaikan. Bisakah akhi datang ke rumah saya nanti setelah waktu sholat maghrib??. Ada yang ingin saya dan orang tua saya sampaikan mengenai keinginan akhi meminang saya.”
“ Apakah ukhty sudah mendapat jawabannya??”
“Alhamdulillah sudah akhi.”
“Alhamdulillah. Semoga jawaban ukty adalah yang terbaik untuk ukty dan saya. InsyaAllah saya pasti akan datang ke rumah ukhty.”
“Oiya. Bapak meminta akhi untuk datang bersama orang tua akhi.”
“baiklah nanti saya sampaikan ke Bapak  untuk ikut datang ke rumah ukhty.”
“Terimakasih akhi. Saya tunggu kedatangan akhi dan orang tua akhi di rumah. Saya tutup dulu telfonnya. Assalamu’alaikum.”
“Iya. Wa’alaikumsalam”
Untuk pertama kalinya saya menunggu seorang laki laki datang ke rumah saya. Dag dig dug jantung ini menanti kedatangannya. Setalah sholat maghrib saya membantu ibu mempersiapkan beberapa snack untuk dihidangkan nanti dengan hati yang bergemuruh bahagia khawatir panik harap harap cemas. Saya coba hillangkan kegugupan ini dengan membaca Al Qur’an, saya coba alihkan fikiran ini kepada Yang Di Atas. Semoga semuanya akan berjalan lancar dan pilihan yang saya buat adalah pilihan yang terbaik untuk saya dan dia dan juga untuk keluarga. Aamiin.
“Assalamu’alaikum”
Suara dari balik pintu rumah mengagetkan saya dan membuat kegugupan saya semakin membuncah tak karuan. Di dalam kamar saya mondar mandir jalan sana sini tak tentu arahnya.
“Wa’alaikumsalam”. Terdengar jawaban dari kedua orang tua saya.
“Mari silahkan masuk.”
“Terima kasih.”
“Ibu tolong panggil kan anak kita.”
“Baik Pak”
“Silahkan duduk pak Mud, nak Hasan.”
“Terima kasih pak” terdengar suara merdunya yang membuat saya semakin gugup.
Tok tok tok...
“Nduk ayo keluar pak Mud dan nak Hasan sudah di sini”
“Iya Bu”. Jawab saya sambil membuka pintu kamar dan langsung saya genggam tangan ibu saya.
“Sudah tidak usah gugup begitu.” Senyum ibu saya menggoda
“Ibuu...” Rengek saya
“Sudah sudah. Tidak usah gugup. Allah SWT yang akan menuntunmu, Nduk. Yakin lah dengan petunjukNya..”
Saya anggukkan kepala tanda setuju dengan perkataan ibu.
“Ayo keluar kita temui nak Hasan dan pak Mud. Tidak baik membiarkan tamu menunggu.”
Saya ikuti langkah kaki ibu saya sambil tetap menggenggam tangannya.
“Nah ini Nisanya sudah disini.”
“Assalamu’alaikum ukhty Nisa.” Suaranya  terdengar memberi salam kepada saya.
“Wa’alaikumsalam”
“Kalau begitu langsung saja saya sampaikan tujuan saya memanggil pak Mud dan Nak Hasan kesini. Tadi siang memang saya yang meminta Nisa untuk menelfon Nak Hasan agar datang kemari. Seperti yang sudah anak saya Nisa sampaikan di telfon tadi siang. Kami terutama Nisa ingin memberikan jawaban atas keinginan Nak Hasan utnuk meminang Nisa anak saya.”
“Terima kasih atas undangan pak Nas kepada saya dan Hasan untuk datan gbertamu kemari. Dan semoga jawaban nak Nisa dan jawaban pak Nas serta ibu Nas adalah yang terbaik untuk kita semua. InsyaAllah.”
“Aamiin.” Jawab kami semua serentak.
“Saya sebagai orang tua Nisa ingin bertanya sekali lagi kepada nak Hasan. Apakah nak Hasan sudah benar benar yakin dengan keinginan nak Hasan untuk meminang anak saya Nisa??”
“InyaAllah saya sudah benar benar yakin Pak” Jawab laki laki yang telah memberi saya surat dengan amplop biru muda itu.
“Dan saya sebagai orang tua pun setuju atas keinginan Hasan meminang nak Nisa, dari pandangan saya nak Nisa itu baik sholehah dan lemah lembut dan menurut saya cocok untuk menjadi istri Hasan anak saya. Saya berharap pak Nas bu Nas dan juga nak Nisa juga memiliki pandangan yang sama tentang hasan bahwa anak saya ini baik dan cocok untuk nak Nisa. InsyaAllah.” Pak Mud mengutarakan pendapatnya.
“Alhamdulillah kalau pandangan pak Mud begitu terhadap anak saya Nisa. Dari yang saya lihat nak Hasan ini memang anak yang baik, dan saya sering melihat Nak Hasan sering ikut sholat berjama’ah di masjid. Itu salah satu yang membuat saya bangga melihatnya. Saya sebagai orang tua hanya berharap yang terbaik untuk anak saya Nisa. Nduk bagaimana?? Silahkan katakan kepada pak Mud dan juga Nak Hasan jawabannya. Apakah kamu menerima pinangan nak Hasan atau tidak??”
“Bu.....” saya tatap mata ibu saya untuk meminta kekuatan dan dukungan.
“Jawablah, Nduk. Bukan kah sudah kamu katakan kepada Ibu dan Bapak. Ibu dan Bapak juga sudah setuju kan dengan jawaban kamu.” Dukung Ibu saya.
“Iya, Nduk. Silahkan katakan kepada mereka. Jangan buat nak hasan menunggu lagi.”
“Katakan lah nak Nisa. InsyaAllah kami akan menerima apapun keputusan nakNisa.” Pak Mud menimpali.
“Pak, bolehkah saya bertanya sekali lagi kepada akhi Hasan??” tanya saya kepada bapak saya.
“Silahkan Nduk. Bolehkan nak Hasan??” Bapak mengijinkan dan meminta persetujuan akhi Hasan untuk saya.
“Iya tentu saja boleh Pak.”
“Nah katakan lah Nduk. Apa yang ingin kamu tanyakan kepada nak Hasan.”
“Apakah akhi Hasan sudah benar benar yakin dengan keputusan untuk menjadikan saya istri akhi sedangkan diluar sana masih banyak sekali wanita yang lebih baik dari pada saya??” Sekali lagi saya membutuhkan jawaban yang dapat meyakinkan hati saya.
“Bagaimana saya tidak benar benar yakin jika ALLAH SWT lah yang telah memilihkan ukhty untuk saya. Bagaimana bisa saya menolak keputusanNya.”
“Bagaimana Nduk?? Apakah jawaban nak Hasan sudah sesuai dengan apa yang  kamu inginkan?? Kalau sudah maka segeralah kamu utarakan keinginan kamu Nduk. Kasihan nak Hasan sudah menunggu dan adzan isya juga sudah berkumandan kita harus segera bersiap untuk melaksanakan sholat isya. Bagaimana Nduk??”
Sekali lagi saya pandang mata ibu saya. Anggukan kepala ibu saya memberi saya kekuatan dan keyakinan.
“Iya saya bersedia Pak, Bu.”
“Alhamdulillah” Ucap syukur semuanya yang ada di ruang tamu. Begitu juga dengan laki laki yang insyaAllah akan segera menjadi suami saya di dunia ini dan di akhirat nanti. Walaupun menunduk tapi saya masih bisa melihatnya menyeka kedua matanya. Saya harap itu adalah air mata bahagia dan berkah dari yang Kuasa. Aamiin.
“Silahkan minumannya.” Bapak saya mempersilahkan memecah kesunyian.
“Terima kasih”
Setelah sholat isya kami lanjut membicarakan penentuan tanngal pernikahan saya dan Hasan.
Ya ALLAH jadikan lah ini awal yang baik untuk saya dan dia. Jadikan lah kami pasangan yang saling mencintai karenaMu. Jadikanlah ini jalan untuk menuju syurgaMu. Jadikan lah kami keluarga yang saling mengasihi dan menyayangi. Jadikanlah anak anak kami kelak anak anak yang sholeh/ sholehah yang berbakti kepada orang tua dan anak anak yang bermanfaat baik untuk orang orang sekitarnya serta anak anak yang takut kepadaMu. Aamiin.


( Ini hanya corat coret. Jika ada kata kata yang keliru atau kurang berkenan mohon maaf )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan hati istri

 Iya aku ngga pernah ngapa ngapain di rumah. Cuma rebahan main hp nonton drakor. Just like that.  Emang iya ya. Emak emak mah pas nyapu, mas...