Cerita Tentang Surat Darimu
(penulis Tri Wahyuni)
“Apakah kau sudah
yakin dengan apa yang kau tulis ini??”
“Berdasarkan apa
kau menulis ini??
“Apakah kau benar
benar serius??”
“Apakah kau benar benar
yakin??”
Saat itulah yang
ada dipikiran saya saat membaca isi
surat darimu. Begitu banyak pertanyaan dan kebimbangan. Bagaimana bisa kau
titipkan surat itu kepada kedua orang tua saya?? Apakah kau memang sudah benar
benar yakin dengan apa yang kau tulis?? Lalu apa yang sudah kau bicarakan
dengan kedua orang tua saya saat kau titipkan surat ini kepada mereka??
“Assalamu’alaikum.
Ini saya Nisa. Akhi meminta saya mengabari akhi jika saya telah menerima surat
dari akhi. Saya telah membacanya, akhi. Apakah akhi sudah benar benar yakin
untuk meminang saya??”
“InsyaAllah 100%
saya yakin ukhty” Kenapa kau menjawabnya dengan lantang seperti itu??
“Berdasarkan apa akhi meyakininya. Apakah akhi
telah melakukan sholat istikharah??”
“Ya. Saya telah
melakukannya. InsyaAllah, memanglah ukhty yang ALLAH SWT pilihkan untuk saya”
“Apakah menurut
akhi saya pantas untuk mendampingi akhi?? Saya masih memiliki banyak sekali
kekurangan. Dan saya pernah mendengah bahwa akhi menginginkan wanita bercadar.
Sedangkan saya untuk berpakaian menurut syariat saja masih begitu jauh akhi.
Apakah itu tidak mengecewakan akhi??”
“Saya mengetahui
itu ukhty. Sayapun sebenarnya sedikit kecewa tentang itu. Tapi Allah SWT lah yang telah
memlihkan ukhty untuk saya. Lalu bagaimana saya menolaknya??”
“InsyaAllah saya
akan membantu dan mengingatkan ukhty untuk belajar memakai pakaian seperti yang
disyariatkan Allah SWT” lanjutnya
“Bolehkah saya
meminta waktu untuk memikirkan permintaan akhi?? Saya butuh waktu untuk meminta
pendapat orang tua saya dan untuk meminta pendapat Tuhan saya Allah SWT”
“Baiklah ukhty.
Berapa lama waktu yang ukhty butuhkan??”
“Maaf akhi saya tidak
bisa menentukan berapa lama waktu yang saya butuhkan. Sejujurnya sayapun ingin
secepatnya mengetahuinya. InsyaAllah begitu saya mendapat jawaban dari Allah
SWT dan dari kedua orang tua saya. Saya akan langsung memberi tahu akhi.”
“Baiklah ukhty.
Tapi bolehkan saya meminta sesuatu kepada ukhty??”
“Apa itu akhi??”
“Bolehkah saya
mengenal ukhty selama menunggu jawaban dari ukhty?? Agar nanti jika memang
Allah SWT mengijinkan saya dan ukhty berjodoh kita telah saling mengenal dan mengetahui
visi dan misi hidup yang saya dan ukhty jalani.”
“Baiklah akhi. Jika
itu yang akhi inginkan. Tidak ada salahnya untuk saling mengenal sesama makhluk
ciptaanNYA selama itu tidak melanggar aturanNYA.”
“InsyaAllah akan
tetap sesuai dengan apa yang Rosullullah contohkan kepada umatnya, ukhty”
“Aamiin. Baiklah akhi.
Saya akhiri dulu telfonnya. Secepatnya akan saya kabari akhi begitu saya
mendapat jawaban, insyaAllah.”
“Terima kasih
ukhty. Saya tunggu jawaban dari ukhty. Semoga jawaban ukhty tidak mengecewakan
saya. Assalamu’alaikum”
“InsyaAllah. Wa’alaikumsalam”
Canggung memang
iya. Tapi entah kenapa justru percakapan seperti inilah yang saya inginkan dan
saya sukai. Begitu romantis.
“Akhi jikalau saya
boleh berkata jujur sebenarnya memang akhi lah orang yang terkadang tersebut
dalam do’a saya untuk menjadi imam saya menuju surgaNYA.” Batin hati saya
Saat ini saya
diliputi begitu banyak binar binar kebahagiaan dalam hati saya.
Semoga orang tua
saya merestui kita akhi. Semoga Allah SWT juga memberikan jawaban yang sama
kepada saya seperti jawaban yang telah akhi terima. Aamiin.
Berawal dari surat
yang kau titipkan kepada kedua orang tua saya lah kita menjadi saling lebih
mengenal dari yang sebelumnya hanya saling mengetahui nama. Kita saling berbagi
pengalaman dan saling berbagi ilmu. Tertawa bersama tersenyum bersama saling
berbagi kisah dan visi misi dalam hidup di dunia dan visi misi dalam urusan
akhirat kelak.
Ya Allah
persahabatan ini begitu indah. Hamba masih menunggu jawaban dariMU hamba sangat
berharap jawaban darimu adalah dia namun jika memang bukan dia ijinkan lah
hamba untuk tetap menjadi temannya. Jangan biarkan kami jadi saling membenci.
Dan segera pertemukan lah kami dengan jodoh kami masing masing. Aamiin.
Saya tatap surat
yang telah satu bulan terpajang di meja kamar saya. Masih tertata rapi dan
wanginya masih tercium sewangi pertama kali saya terima.
Saya dan dia telah
menjadi teman baik saling berbagi ilmu. Tentu saja setiap pertemuan kami selalu
ada pihak ketiga diantara kami karena kami belum muhrim. Terkadang temannya
atau sodaranya terkadang teman saya atau sodara saya.
“Akhi Hasan” saya tulis namanya di kontak
telfon saya. Saya klik tombol “panggil”
“Assalamu’alaikum,
ukhty Nisa.” Saya dengar suaranya.
“wa’alaikumsalam,
akhi Hasan. Bagaimana kabar akhi??”
“Alhmadulillah,
atas lindungan dan nikmat dariNYA saya sehat dan baik baik saya. Bagaimana
dengan ukhty Nisa??”
“alhamdulillah
sayapun sama dengan akhi atas segala nikmatNYA saya sehat dan baik baik saja.
Sebelumnya saya mohon maaf jika mengganggu waktu akhi.”
“Syukurlah kalau
begitu. Tidak menggangu kok ukhty. Apakah ada hal yang ingin ukhty sampaikan
kepada saya??”
“Benar akhi memang
ada yang ingin saya sampaikan. Bisakah akhi datang ke rumah saya nanti setelah
waktu sholat maghrib??. Ada yang ingin saya dan orang tua saya sampaikan
mengenai keinginan akhi meminang saya.”
“ Apakah ukhty
sudah mendapat jawabannya??”
“Alhamdulillah
sudah akhi.”
“Alhamdulillah.
Semoga jawaban ukty adalah yang terbaik untuk ukty dan saya. InsyaAllah saya
pasti akan datang ke rumah ukhty.”
“Oiya. Bapak
meminta akhi untuk datang bersama orang tua akhi.”
“baiklah nanti saya
sampaikan ke Bapak untuk ikut datang ke
rumah ukhty.”
“Terimakasih akhi.
Saya tunggu kedatangan akhi dan orang tua akhi di rumah. Saya tutup dulu
telfonnya. Assalamu’alaikum.”
“Iya.
Wa’alaikumsalam”
Untuk pertama
kalinya saya menunggu seorang laki laki datang ke rumah saya. Dag dig dug
jantung ini menanti kedatangannya. Setalah sholat maghrib saya membantu ibu
mempersiapkan beberapa snack untuk dihidangkan nanti dengan hati yang
bergemuruh bahagia khawatir panik harap harap cemas. Saya coba hillangkan
kegugupan ini dengan membaca Al Qur’an, saya coba alihkan fikiran ini kepada
Yang Di Atas. Semoga semuanya akan berjalan lancar dan pilihan yang saya buat
adalah pilihan yang terbaik untuk saya dan dia dan juga untuk keluarga. Aamiin.
“Assalamu’alaikum”
Suara dari balik
pintu rumah mengagetkan saya dan membuat kegugupan saya semakin membuncah tak
karuan. Di dalam kamar saya mondar mandir jalan sana sini tak tentu arahnya.
“Wa’alaikumsalam”.
Terdengar jawaban dari kedua orang tua saya.
“Mari silahkan
masuk.”
“Terima kasih.”
“Ibu tolong panggil
kan anak kita.”
“Baik Pak”
“Silahkan duduk pak
Mud, nak Hasan.”
“Terima kasih pak”
terdengar suara merdunya yang membuat saya semakin gugup.
Tok tok tok...
“Nduk ayo keluar
pak Mud dan nak Hasan sudah di sini”
“Iya Bu”. Jawab
saya sambil membuka pintu kamar dan langsung saya genggam tangan ibu saya.
“Sudah tidak usah
gugup begitu.” Senyum ibu saya menggoda
“Ibuu...” Rengek
saya
“Sudah sudah. Tidak
usah gugup. Allah SWT yang akan menuntunmu, Nduk. Yakin lah dengan
petunjukNya..”
Saya anggukkan
kepala tanda setuju dengan perkataan ibu.
“Ayo keluar kita temui
nak Hasan dan pak Mud. Tidak baik membiarkan tamu menunggu.”
Saya ikuti langkah
kaki ibu saya sambil tetap menggenggam tangannya.
“Nah ini Nisanya
sudah disini.”
“Assalamu’alaikum
ukhty Nisa.” Suaranya terdengar memberi
salam kepada saya.
“Wa’alaikumsalam”
“Kalau begitu
langsung saja saya sampaikan tujuan saya memanggil pak Mud dan Nak Hasan
kesini. Tadi siang memang saya yang meminta Nisa untuk menelfon Nak Hasan agar
datang kemari. Seperti yang sudah anak saya Nisa sampaikan di telfon tadi
siang. Kami terutama Nisa ingin memberikan jawaban atas keinginan Nak Hasan
utnuk meminang Nisa anak saya.”
“Terima kasih atas
undangan pak Nas kepada saya dan Hasan untuk datan gbertamu kemari. Dan semoga
jawaban nak Nisa dan jawaban pak Nas serta ibu Nas adalah yang terbaik untuk
kita semua. InsyaAllah.”
“Aamiin.” Jawab
kami semua serentak.
“Saya sebagai orang
tua Nisa ingin bertanya sekali lagi kepada nak Hasan. Apakah nak Hasan sudah
benar benar yakin dengan keinginan nak Hasan untuk meminang anak saya Nisa??”
“InyaAllah saya
sudah benar benar yakin Pak” Jawab laki laki yang telah memberi saya surat
dengan amplop biru muda itu.
“Dan saya sebagai
orang tua pun setuju atas keinginan Hasan meminang nak Nisa, dari pandangan
saya nak Nisa itu baik sholehah dan lemah lembut dan menurut saya cocok untuk
menjadi istri Hasan anak saya. Saya berharap pak Nas bu Nas dan juga nak Nisa
juga memiliki pandangan yang sama tentang hasan bahwa anak saya ini baik dan
cocok untuk nak Nisa. InsyaAllah.” Pak Mud mengutarakan pendapatnya.
“Alhamdulillah
kalau pandangan pak Mud begitu terhadap anak saya Nisa. Dari yang saya lihat
nak Hasan ini memang anak yang baik, dan saya sering melihat Nak Hasan sering
ikut sholat berjama’ah di masjid. Itu salah satu yang membuat saya bangga melihatnya.
Saya sebagai orang tua hanya berharap yang terbaik untuk anak saya Nisa. Nduk
bagaimana?? Silahkan katakan kepada pak Mud dan juga Nak Hasan jawabannya.
Apakah kamu menerima pinangan nak Hasan atau tidak??”
“Bu.....” saya
tatap mata ibu saya untuk meminta kekuatan dan dukungan.
“Jawablah, Nduk.
Bukan kah sudah kamu katakan kepada Ibu dan Bapak. Ibu dan Bapak juga sudah
setuju kan dengan jawaban kamu.” Dukung Ibu saya.
“Iya, Nduk.
Silahkan katakan kepada mereka. Jangan buat nak hasan menunggu lagi.”
“Katakan lah nak
Nisa. InsyaAllah kami akan menerima apapun keputusan nakNisa.” Pak Mud
menimpali.
“Pak, bolehkah saya
bertanya sekali lagi kepada akhi Hasan??” tanya saya kepada bapak saya.
“Silahkan Nduk.
Bolehkan nak Hasan??” Bapak mengijinkan dan meminta persetujuan akhi Hasan untuk
saya.
“Iya tentu saja
boleh Pak.”
“Nah katakan lah Nduk.
Apa yang ingin kamu tanyakan kepada nak Hasan.”
“Apakah akhi Hasan
sudah benar benar yakin dengan keputusan untuk menjadikan saya istri akhi
sedangkan diluar sana masih banyak sekali wanita yang lebih baik dari pada
saya??” Sekali lagi saya membutuhkan jawaban yang dapat meyakinkan hati saya.
“Bagaimana saya tidak
benar benar yakin jika ALLAH SWT lah yang telah memilihkan ukhty untuk saya.
Bagaimana bisa saya menolak keputusanNya.”
“Bagaimana Nduk??
Apakah jawaban nak Hasan sudah sesuai dengan apa yang kamu inginkan?? Kalau sudah maka segeralah
kamu utarakan keinginan kamu Nduk. Kasihan nak Hasan sudah menunggu dan adzan
isya juga sudah berkumandan kita harus segera bersiap untuk melaksanakan sholat
isya. Bagaimana Nduk??”
Sekali lagi saya
pandang mata ibu saya. Anggukan kepala ibu saya memberi saya kekuatan dan
keyakinan.
“Iya saya bersedia
Pak, Bu.”
“Alhamdulillah” Ucap
syukur semuanya yang ada di ruang tamu. Begitu juga dengan laki laki yang
insyaAllah akan segera menjadi suami saya di dunia ini dan di akhirat nanti.
Walaupun menunduk tapi saya masih bisa melihatnya menyeka kedua matanya. Saya
harap itu adalah air mata bahagia dan berkah dari yang Kuasa. Aamiin.
“Silahkan
minumannya.” Bapak saya mempersilahkan memecah kesunyian.
“Terima kasih”
Setelah sholat isya
kami lanjut membicarakan penentuan tanngal pernikahan saya dan Hasan.
Ya ALLAH jadikan
lah ini awal yang baik untuk saya dan dia. Jadikan lah kami pasangan yang
saling mencintai karenaMu. Jadikanlah ini jalan untuk menuju syurgaMu. Jadikan
lah kami keluarga yang saling mengasihi dan menyayangi. Jadikanlah anak anak
kami kelak anak anak yang sholeh/ sholehah yang berbakti kepada orang tua dan
anak anak yang bermanfaat baik untuk orang orang sekitarnya serta anak anak
yang takut kepadaMu. Aamiin.
( Ini hanya corat
coret. Jika ada kata kata yang keliru atau kurang berkenan mohon maaf )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar